Rabu, 06 Maret 2013

OBROLAN SINGKAT DI PINGGIR JALAN

-->
Seperti hari-hari biasa, setiap malam aku pulang di tengah kepadatan lalu lintas jalan kalimalang. Berjuang di setiap celah kendaraan untuk bisa tetap melaju. Seorang pengendara sepeda motor di sampingku mengingatkan bahwa knalpot sepeda motorku berguncang-guncang hampir jatuh. Ya, aku tahu itu karena sepeda motorku pernah terjatuh di tambah aku diseruduk sebuah mobil dari belakang yang mengakibatkan pijakan kaki bagian kanan yang juga berfungsi sebagai penyangga knalpot patah.

Aku melanjutkan perjalananku dengan melajukan motorku perlahan, mencari bengkel kecil atau tukang tambal ban di pinggir jalan. Ah, gampang sekali memang menemukan tempat tambal ban di sepanjang jalan Kalimalang, karena hampir setiap jarak 200 meter pasti ada bengkel kecil dan tambal ban. Ribuan mungkin jutaan sepeda motor yang melaju setiap harinya, membuat lapangan kerja tersendiri buat para tukang tambal ban. Aku meminggirkan sepeda motorku setelah aku menemukan bengkel kecil yang dimaksud.

“Kenapa pak?” ujar Abang tukang tambal ban itu sambil menghampiriku.
“Ini bang, minta tolong ikat knalpot dong, ini hampir jatuh.” Setelah mengorek-ngorek mencari tali untuk mengikat, akhirnya dia membantuku mengikat knalpot sepeda motorku dengan bekas tali rem. Sambil bekerja dia bertanya, “Emang kenapa pak?”
“Oh itu bang, ditabrak mobil dari belakang,” Ujarku. “Pernah jatuh juga sih, mungkin tadinya retak”, aku menambahkan.
“Pak, kalau suka jatuh, motornya harus dimandiin, dibaca-bacain. Saya juga gitu, setelah dimandiin dan dibaca-bacain, alhamdulillah nggak pernah jatuh lagi”.

Ah, apa yang dia ucapkan sesaat memang terdengar seperti mistik, klenik atau tahayul. Untung aku bukan seorang berjanggut dan bercelana gombrong yang sering meghakimi seseorang dengan sebutan musyrik, syirik, kafir atau apalah. Maaf, kawan. Aku bukan antipati dengan orang berjanggut dan bercelana gombrong, itu hanya simbol saja dan orang kebanyakan masih suka dengan simbol-simbol itu. “Harus dimandiin dan dibaca-bacain”, menurutku mengandung makna yang dalam, bukan klenik dan mistik. “Dimandiin” artinya dicuci/dibersihkan, ya apapun yang kita miliki sepatutnya memang harus dibersihkan. Kendaraan harus sering dicuci dan dibersihkan dari debu maupun sisa-sisa kotoran yang menempel, pun segala barang-barang yang kita miliki. Terlebih hati dan jiwa kita. Harus sering ‘dicuci dan dibersihkan’ supaya terhindar dari segala penyakit hati, iri dan dengki. Menurut keterangan yang aku baca dan aku dengar, iri hati adalah sumber dari segala sumber masalah, terutama menyangkut hubungan sesama manusia. Untuk itulah hati dan jiwa juga harus sering 'dimandiin' supaya tetap bisa berpikiran positif dalam menyikapi berbagai persoalan kehidupan.

“Dibaca-bacain” menurutku mengandung makna apapun yang kita punya harus diperlakukan dengan baik, disirami dengan kata-kata yang baik, dido’akan, meskipun itu benda mati. Apalagi orang hidup, orang tua, anak, saudara, istri, suami harus sering dibaca-bacain, didoakan agar selalu terhindar dari bahaya dan segala persoalan.

Itu yang bisa aku petik dari perbicangan sangat singkat dengan Abang tukang tambal ban di pinggiran jalan kalimalang, malam itu. Semoga menginspirasi, maaf kalo tidak berkenan.

Salam