Dahulu kala, di jaman kerajaan. Ketika pertama kali ditemukan permainan
catur. Menurut cerita penemu permainan catur ini adalah seorang guru
(sekarang guru matematika) bernama Sisah Ibnu Dahir. Permainan ini
sangat disukai oleh masyarakat dan menyebar ke berbagai pelosok, tak
terkecuali sang Raja. Raja sangat terkesan dan sangat menyukai permainan
ini. Karena begitu senangnya dengan permainan catur ini, raja bermaksud
memanggil Sisah ke Istana. Raja ingin memberikan hadiah kepada Sisah.
Singkat
cerita, sampailah Sisah di Istana dan langsung berhadapan dengan Raja.
Sisah bertanya kepada Raja, “Ampun paduka, ada apakah gerangan paduka
memanggil hamba?”
“Aku sangat terkesan dengan permainan catur
yang engkau ciptakan. sebagai rasa terimakasihku sebagai raja, aku ingin
sekali memberikan hadiah kepadamu wahai Sisah. Kamu boleh meminta apa
saja kepadaku, niscaya akan aku kabulkan. Kamu mau minta rumah mewah,
perhiasan, uang, berapapun kau minta aku akan penuhi”. Raja menimpali
pertanyaan Sisah dengan penuh kegembiraan.
Sejenak Sisah terdiam,
dan berpikir hadiah apa yang ingin dia dapatkan dari sang raja. “Saya
minta waktu satu malam, paduka. Saya perlu waktu untuk memikirkan hadiah
yang pantas untuk hamba”.
“Ha..ha..ha.. baik Sisah, silakan
pilih hadiah yang paling kamu suka. Besok aku tunggu kedatanganmu”.
Sahut raja sambil tertawa terbahak-bahak.
Sisah pulang dengan
sejuta pikiran. Sampai di rumah dia terus memikirkan hadiah yang akan
dia minta dari sang raja. Besoknya dia kembali ke Istana menghadap raja.
“Bagaimana Sisah, kamu sudah memikirkan hadiahnya, aku sudah tidak sabar”. Tanya raja kepada Sisah begitu mereka berhadapan.
“Sebelumnya
saya minta maaf paduka, jika hadiah yang akan hamba minta ini terlalu
besar nilainya dan tidak sebanding dengan apa yang hamba kerjakan”,
jawab Sisah dengan penuh kehati-hatian.
“Apa gerangan hadiah yang kamu minta, Sisah? Aku pasti akan mengabulkannya”, jawab sang raja dengan penuh keyakinan.
Sejenak
Sisah terdiam, lalu dia bekata, “Hamba hanya minta butiran gandum untuk
mengisi ke 64 kotak pada papan catur saya, paduka”.
“Apa? Gandum
katamu? Ha..ha…ha… Kamu tidak salah sebut? Kamu tidak tertarik dengan
perhiasan, uang, atau kedudukan di Istana?” Sang raja terkekeh merasa
lucu mendengar permintaan Sisah yang sangat sederhana.
“Satu butir gandum untuk kotak catur yang pertama, dua butir untuk kotak yang kedua……. “
“Satu butir katamu? Ha..ha..ha.. apa kamu tidak salah?” belum selesai Sisah bicara raja sudah memotongnya.
“Empat butir untuk kotak yang ketiga, delapan butir untuk kotak yang keempat, enam belas butir…..”
“Cukup..cukup!
Permintaanmu sangat sederhana dan merendahkanku”. Raja sedikit gusar
dengan permintaan Sisah yang dianggapnya meremehkan.
“Jumlah
gandum untuk setiap kotak papan catur adalah 2 kali dari jumlah pada
kotak sebelumnya dan hamba minta supaya gandum-gandum itu bisa
diantarkan ke rumah hamba besok pagi”. Sisah menambahkan permintaannya
itu.
“Baik, besok akan ada pegawai istana yang mengantarkan permintaanmu itu”. Jawab sang raja menjanjikan.
Sisah
pulang dengan hati yang riang namun penuh misteri. Sementara raja
langsung memberi perintah kepada menterinya untuk memenuhi permintaan
Sisah. “Besok pagi gandum-gandum itu harus diantar ke rumah Sisah”.
“Baik
paduka, hamba akan memerintahkan juru hitung istana untuk menghitung
berapa jumlah gandum yang harus hamba kirim”. Jawab sang menteri, lalu
meninggalkan sang raja dan meminta juru hitung istana untuk menghitung
jumlah gandum tersebut.
Malam tiba, tapi juru hitung istana belum
selesai menghitung jumlah gandum tersebut. Setiap kali raja menanyakan,
jawabannya selalu sama “belum selesai paduka, masih dihitung”. Sang
raja sangat gusar, “Aku sudah berjanji untuk mengantarkan gandum itu
besok pagi, bagaimana bisa? Menghitung jumlahnya saja belum selesai?”
Keesokan
harinya, pagi-pagi sekali, dengan tergopoh-gopoh dan terlihat lemas
karena semalaman tidak tidur, juru hitung istana menghampiri sang Raja.
“Ampun paduka, kami baru saja selesai menghitung berapa jumlah gandum
yang dibutuhkan untuk mengisi ke 64 kotak papan catur milik Sisah. Hamba
kira, permintaan Sisah tidak akan bisa Paduka penuhi”.
Mendengar
perkataan juru hitung istana, Raja naik pitam dan berkata, “Tidak
mungkin, masa seorang raja tidak bisa memenuhi permintaan yang sangat
sederhana ini? Jangankan gandum, perhiasan, uang berlian, bisa aku
berikan”.
“Ampun paduka, semalam hamba mengerahkan seluruh juru
hitung istana untuk membantu hamba menghitungnya bahkan kami tidak tidur
semalaman”. Kata juru hitung istana sambil menyodorkan secarik kertas
berisi angka yang menunjukkan jumlah butiran gandum yang diminta Sisah.
“Hamba
yakin, kita tidak dapat memenuhi permintaan Sisah. Berapa ton gandum
yang harus ada, andai seluruh penduduk negeri diminta untuk menanam
gandum, hamba yakin tidak akan bisa memenuhinya. Berapa lama waktu yang
harus digunakan untuk menghitungnya? Andai kita meminta seluruh penduduk
negeri ini untuk membantu menghitung butiran-butiran gandum itu, kita
tidak akan sanggup. Jumlah gandum yang diminta oleh Sisah adalah
18.446.744.073.709.600.000 butir tuanku”.
Raja terdiam, dan
kemudian berkata, “aku belum mengerti, berapa lama waktu yang dibutuhkan
untuk menghitung, berapa karung gandum yang dibutuhkan?”
“Andai
satu butir gandum bisa dihitung dalam satu detik, maka dibutuhkan waktu
5.124.095.576.030.430 jam atau 213.503.982.334.601 hari sama dengan
7.116.799.411.153 bulan atau 593.066.617.596 tahun. Andai kita meminta
seribu orang untuk menghitungnya, dibutuhkan waktu 593.066.618 tahun,
bahkan kalau kita meminta sejuta orang masih dibutuhkan waktu 593.067
tahun. Hamba kira kita tidak akan sanggup bahkan kalau seluruh penduduk
negeri ini diminta untuk membantu menghitungnya. Tak ada badan yang
sanggup menanggung hayat selama itu. Berapa karung gandum yang kita
butuhkan? Andai dalam satu karung gandum itu berisi 10 juta butir maka
dibutuhkan 18.446.744.073.710 karung, entah berapa kapal yang harus
disediakan. Andai seluruh penduduk negeri ini diminta untuk menanam
gandum, kita tidak bisa menyediakannya. Entah berapa generasi yang
dibutuhkan untuk memenuhi permintaan Sisah ini, tuanku”.
Raja
hanya terdiam mendengar perkataan juru hitung istana itu, dia tidak
mengira bahwa permintaan Sisah itu tidaklah sederhana seperti yang ia
duga. Raja sadar bahwa selama ini dia terlalu sombong dengan kekayaan
dan menganggap remeh orang lain. Dia mendatangi Sisah dan minta maaf.
Dari
cerita ini kita bisa ambil hikmah bahwa kita nggak boleh sombong,
menganggap remeh suatu masalah dan menganggap enteng orang yang kita
anggap jauh berada di bawah kita. Moga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar